Abu Hurairah, Utamakan Lapar Ilmu Daripada Lapar Makanan
Posted on 26. May, 2011 by Oki Aryono in Uswah
Di antara ratusan ribu hadits Nabi Muhammad saw, terdapat banyak
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Meski hanya empat tahun
hidup bersama
Rasul saw. sebelum wafat beliau, namun Abu Hurairah
telah menghafal dan meriwayatkan 5.374 hadits dari Nabi saw.
Nama aslinya Abdurrahman bin Shakhr Ad Dausi. Ia
masuk Islam pada 7 H.
Asalnya dari Yaman dan diperkirakan lahir tahun 21 sebelum hijrah.
Setelah masuk Islam, ia tinggal di halaman
masjid Nabawi dan menemani
Nabi saw dalam berbagai kesempatan. Ia termasuk sahabat yang hidup
sebatang kara dan tidak punya rumah yang oleh kalangan kaum muslimin
disebut Ahlus Shuffah (ahli Shuffah).
Orang-orang Ahli Shuffah adalah orang Islam dan dianggap tamu-tamu
Islam oleh Nabi saw. Mereka tidak punya tempat tinggal dan tidak punya
kerabat di Madinah. Mereka tinggal di halaman masjid Nabi. Jika Nabi
saw. mendapatkan shadaqah, beliau segera mengirimkan kepada mereka dan
beliau tidak mengambil sedikit pun. Kalau mendapat hadiah, maka Nabi
saw. mengirimkannya kepada Ahli Shuffah dan beliau mengambil sedikit
atau beliau memakannya bersama mereka.
Setelah masuk Islam, Abu Hurairah selalu menemani dan melayani
Rasulullah saw kapan pun dan dimana pun beliau berada. Sehingga ia
mendapat banyak ilmu dari Nabi saw. Meski bertemu Nabi selama kurang
lebih empat tahun saja, namun sahabat yang gemar memelihara kucing ini
menghafal lebih banyak hadits daripada sahabat lain yang lebih senior.
Setia Menemani & Melayani
Abu Hurairah ra pernah bercerita. Suatu hari Rasulullah Muhammad saw.
duduk bersama para sahabat beliau, termasuk
Abu Bakar ra dan Umar bin
Khaththab ra (dalam Ringkasan Shahih Muslim,
Mizan, hadits no. 12,
hlm. 11-13).
Tak lama kemudian, Rasulullah saw. meninggalkan majelis sahabat itu.
Karena beliau pergi sangat lama, para sahabat mengkuatirkan keadaan
beliau. Lalu para sahabat mencari keberadaan Nabi saw. Ternyata,
Abu
Hurairah lebih dulu menjumpai Nabi yang sedang berada di sebuah kebun
milik orang Anshar dari Bani Najjar.
Abu Hurairah bermaksud masuk ke kebun itu. Tapi ia tak menemukan pintu
masuknya. Akhirnya ia melompati parit yang terhubung dengan sebuah
sumur yang berada di tengah kebun itu.
Mendengar suara kehadiran orang, Nabi saw. bertanya, “Apakah itu Abu Hurairah?”
“Benar,” jawabnya.
“Ada apa?”
“Engkau tadi berada ditengah-tengah kami lalu engkau meninggalkan kami
sangat lama. Kami kuatir terjadi sesuatu pada engkau. Karena itu, saya
masuk kebun ini dan melompat seperti serigala. Orang-orang yang lain
menyusul di blakang saya.”
Kemudian Nabi saw. bersabda, “Wahai Abu Huirairah, bawalah sepasang
sandalku ini dan siapa saja yang engkau temui di balik kebun ini
sedangkan dia bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dengan yakin
sepenuh hati, berilah kabar gembira dengan (masuk) surga.” Lalu Abu
Hurairah beranjak pergi. Orang pertama yang ditemuinya di balik kebun
adalah
Umar bin Khaththab ra.
Umar bertanya, “Apa yang hendak kau lakukan dengan sepasang sandal itu
wahai Abu Hurairah?” Ia menjawab, “Sepasang sandal ini adalah milik
Rasulullah saw. Beliau mengutus dengannya bahwa siapa saja yang
bersaksi tiada tuhan selain Allah dengan sepenuh hati, maka saya beri
kabar gembira dengan (masuk) surga.” Mendengar itu, lantas Umar
memukul dada Abu Hurairah dengan tangannya hingga Abu Hurairah jatuh
terjengkang. Setelah memukul, Umar dengan tegas berkata kepadanya,
“Kembalilah kau (kepada Rasulullah saw.)!”
Abu Hurairah sama sekali tidak punya keinginan untuk membalas. Sambil
meringis kesakitan, Abu Hurairah menuruti perintah Umar untuk menemui
Nabi saw. Umar menyusul di belakangnya. Ia hanya heran dengan sikap
Umar itu.
Sambil menahan sakit, ia berjalan menemui Nabi saw. Melihat Abu
Hurairah menangis, Nabi saw. bertanya, “Apa yang terjadi pada dirimu
wahai Abu Hurairah?”
Ia menjawab, “Saya bertemu dengan Umar. Lalu saya memberitahukan
kepadanya hal yang telah engkau utus. Namun Umar malah memukul dada
saya dengan tangannya sampai saya jatuh. Umar malah menyuruh saya
kembali.”
Lalu Nabi saw. bertanya kepada Umar yang berada di samping Abu
Hurairah. Nabi saw. pun bertanya, “Wahai Umar, apa yang membuat engkau
berbuat demikian?”
Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, semoga ayah dan ibuku sebagai
tebusanmu. Apakah engkau mengutus Abu Hurairah dengan membawa sepasang
sandalmu dan siapa saja yang dia temui sedang dia bersaksi tiada tuhan
selain Allah dengan yakin sepenuh hatinya, dia memberinya kabar
gembira dengan (masuk) surga?”
“Ya.”
“Janganlah engkau melakukan itu. Karena saya kuatir orang-orang akan
bersandar pada ucapan itu saja. Tetapi biarlah mereka mengerjakan
amal-amal kebaikan.”
“(Kalau begitu) biarkanlah mereka mengerjakan amal-amal kebaikan,”
jawab Nabi saw.
Dikira Orang Gila
Salah satu kelebihan Abu Hurairah adalah rasa hausnya akan ilmu
mengalahkan rasa laparnya terhadap makanan.
Imam Bukhari menarasikan
penggalan perjalanan hidup Abu Hurairah bersama Rasul saw. (diolah
dari Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi, hadits no. 502).
Suatu hari, Abu Hurairah menceritakan keadaannya. Ia berkata, “Demi
Allah, yang tiada tuhan selain Dia. Aku pernah merapatkan perutku ke
tanah karena lapar. Aku mengikat batu di perutku juga karena lapar.
Aku juga pernah terduduk di tempat di sebuah jalan yang biasa dilalui
orang. Dari kejauhan, Nabi saw. tersenyum saat melihatku. Sepertinya
beliau mengerti keadaanku setelah memperhatikan ekspresi wajahku dan
posisi tubuhku.”
Kemudian Nabi saw. memanggil Abu Hurairah, “Wahai, Abu Hirr (panggilan
akrab Abu Hurairah, artinya bapak atau pemilik kucing kecil, Red.).
“Labbaik ya Rasulullah.”
“Ikutlah denganku,” ucap Nabi saw.
Lalu Abu Hurairah menemani Nabi saw. menuju salah satu rumah keluarga
beliau. Nabi saw. pun masuk. Abu Hurairah minta izin masuk dan beliau
mengizinkannya. Di sana ada segelas susu. Nabi saw. bertanya kepada
penghuni rumah, “Darimana asal susu ini?”
“Seorang perempuan menghadiahkan untuk engkau, wahai Rasulullah,”
jawab penghuni rumah.
“Wahai Abu Hirr.”
“Labbaik ya Rasulullah,” jawab Abu Hurairah.
“Temuilah orang-orang Ahli Shuffah itu. Ajaklah kemari.”
Saat memanggil Ahli Shuffah, Abu Hurairah berkata sendiri, “Mengapa
susu ini diberikan kepada Ahli Shuffah? Padahal aku paling pantas
untuk minum susu itu agar kekuatan saya pulih (dari rasa lapar yang
sangat, Red.). Apabila Ahli Shuffah kemari, beliau pasti menyuruh saya
memberikan susu itu kepada mereka dan kemungkinan saya tidak mendapat
bagian dari susu itu (karena terbatasnya susu, Red.). Maka, perasaanku
jadi tidak enak karena ini. Tapi taat kepada Allah dan Rasul harus
diutamakan.” Abu Hurairah lebih mengutamakan ketaatan kepada Allah dan
Rasul daripada perasaannya sendiri. Ia tetap melaksanakan perintah
Nabi saw.
Kenangan
Indah
Inilah salah satu kelebihan akhlak Abu Hurairah. Ia termasuk sahabat
Nabi saw. yang sangat menjaga harga dirinya meski hidup kekurangan. Ia
tidak meminta-minta meski sangat membutuhkan. Berdasar riwayat
Muhammad bin Sirin, ia pernah tergeletak di antara mimbar Nabi saw.
dan kamar Aisyah (di sekitar Masjid Nabawi, Red.). Tiba-tiba ada
seseorang yang melewatinya dan meletakkan kakinya di lehernya. Ia
mengira Abu Hurairah
orang gila yang tidur sembarangan. Padahal ia
tergeletak karena lapar (HR. Bukhari).
Setelah Ahli Shuffah tiba dan duduk mengelilingi Nabi saw, kemudian
Nabi saw. berkata, “Wahai Abu Hirr.”
“Labbaik ya Rasulullah.”
“Ambil susu itu dan bagikan kepada mereka.”
Abu Hurairah berkata sendiri, “Aku sangat berharap aku mendapat bagian
dari susu ini. Dan ini bukan berarti aku tidak taat kepad Allah dan
Rasul sama sekali.”
Namun Abu Hurairah tetap melaksanakan perintah Nabi saw. Ia memberikan
susu itu secera bergiliran kepada orang-orang Ahli Shuffah. Satu per
satu minum sampai puas, baru kemudian mengembalikan gelasnya kepada
Abu Hurairah. Begitu seterusnya hingga orang terakhir. Dengan izin
Allah, meski diminum banyak orang ternyata susunya tidak habis-habis.
Setelah semua minum, kemudian Nabi saw. mengambil gelas itu. Lalu Nabi
saw. melihat ke arah Abu Hurairah sambil tersenyum.
“Wahai Abu Hirr.”
“Labbaik ya Rasulullah.”
“Sekarang tinggal aku dan kamu.”
“Engkau benar wahai Rasulullah.”
“Duduklah dan minumlah.”
Maka Abu Hurairah duduk dan meminumnya.
“Minumlah,” ucap Nabi saw. lagi. Abu Hurairah pun meminumnya lagi. Dan
Nabi saw. berkali-kali menyuruh Abu Hurairah minum. Abu Hurairah terus
minum hingga akhirnya ia berkata, “Tidak, demi Zat yang mengutusmu
dengan kebenaran! Perut saya tidak muat lagi.”
Lantas Nabi saw. bersabda, “Bawa kemari gelas itu.” Kemudian, Nabi
saw. memuji Allah, menyebut Asma-Nya dan kemudian meminumnya.{}
Sumber:
- Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi, terjemahan Indonesia Penerbit
I’tishom Cahaya Umat jilid I, Jakarta, cetakan kedua April 2006.
- Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi, terjemahan Indonesi Penerbit
Pustaka Amani jilid I, Jakarta, cetakan keempat 1999.
- 125 Kiat Salaf Menjadikan Waktu Produktif, Abul Qa’qa
Muhammad bin Shalih, Pustaka eLBA, Surabaya, cetakan pertama 2006
- Ringkasan Shahih Muslim, Zaki Al Din Abd Al Azhim Al
Mundziri, Mizan, 2008, Bandung.
-
http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Hurairah
-
http://pustakaimamsyafii.com/biografi-abu-hurairah-radhiyallahu-anhu.html
-
http://ahmadchan.wordpress.com/2010/01/25/beginilah-seharusnya-kita-memanfaatkan-waktu/#comment-12
http://www.ydsf.org/blog/uswah/abu-hurairah-utamakan-lapar-ilmu-daripada-lapar-makanan